Jumat, 26 Agustus 2011

Problematika Kemerdekaan Pers di Indonesia (Buku Ke-10)


Penyunting:
Samsuri, Tim UNESCO

Penerbit:
Dewan Pers dan UNESCO Jakarta, Agustus 2009

Tebal: xi + 142 halaman

ISBN: 978-979-17601-8-8

Pers Indonesia menghadapi berbagai persoalan dalam sepuluh tahun terakhir. Persoalan yang paling sering disorot menyangkut profesionalitas dan penyalahgunaan profesi wartawan. Tuduhan “pers kebablasan” juga masih samar-samar terdengar, meskipun tidak separah pada 1999 sampai 2007.

Selama sepuluh tahun itu pers Indonesia telah menunjukkan andil besar membangun demokrasi di Indonesia. Ada tiga pemilihan umum (1999, 2004 dan 2009) dimana pers ikut berperan menyukseskan dengan berbekal kebebasan atau kemerdekaan. Jauh sebelumnya, pada saat menjelang runtuhnya Orde Baru, pers juga turut mendorong kelahiran reformasi dan mendesak Soeharto lengser.

Saat ini peran pers utamanya diarahkan untuk mengintensifkan fungsi kontrol sosial dan mendorong pemberdayaan elemen-elemen demokrasi di masyarakat. Hal itu semakin terlihat nyata dengan kemunculan pers lokal yang berbasis sampai di tingkat kabupaten. Pada saat yang sama di masyarakat tumbuh kesadaran untuk memberdayakan lingkungannya berbekal sumberdaya mandiri dengan mendirikan media komunitas dan sejenisnya. Dua perkembangan ini merupakan kabar gembira bagi demokrasi di Indonesia dimana andil pers ada di dalamnya.

Perkembangan profesionalitas pers telah menunjukkan arah yang sangat baik. Masyarakat semakin mampu membedakan antara pers berkualitas dan tidak berkualitas, serta bagaimana menyikapinya. Sejak 1999 sudah ratusan media cetak tak berkualitas bangkrut karena tidak dibeli masyarakat.

Setelah memiliki kebebasan, memang tugas utama pers berikutnya adalah mempertahankan dan meningkatkan profesionalitas. Melalui profesionalitas, keberadaan kebebasan pers dapat dijaga oleh komunitas pers serta mendapat dukungan dari masyarakat dan negara. Karena itu, Dewan Pers memberi perhatian khusus pada upaya untuk meningkatkan profesionalitas wartawan dan fungsi kontrol pers.

Dewan Pers bersama Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), misalnya, pada Mei 2008 meluncurkan program sekolah jurnalistik (school of journalisme). Pelatihan jurnalistik juga digelar di berbagai daerah yang secara intensif sudah dimulai tiga tahun lalu. Langkah-langkah tersebut sekaligus menjadi jawaban atas keluhan sedikitnya sumberdaya wartawan bermutu yang tersedia di pasar industri media massa.

Keluhan semacam itu contohnya muncul dalam diskusi yang digelar Dewan Pers bersama UNESCO-Jakarta, 5 Mei 2009. Diskusi untuk memperingati Hari Kemerdekaan Pers Sedunia ini mengangkat tema “Refleksi Sepuluh Tahun Kemerdekaan Pers di Indonesia”. Empat pembicara hadir untuk memberi refleksi berdasar perspektif masing-masing: Leo Batubara untuk perspektif Dewan Pers, Sasa Djuara Sendjaja (media penyiaran), Yopie Hidayat (media cetak), dan Todung Mulya Lubis (hukum).

Berbagai pendapat yang muncul dalam diskusi, yang tercatat di Bab I dan II buku ini, akan memperkaya pandangan kita terhadap perkembangan kemerdekaan pers dalam sepuluh tahun terakhir. Pendapat-pendapat tersebut dapat lebih bermanfaat jika ditindaklanjuti sebagai bagian dari strategi pengembangan pers ke depan.

Selain diskusi juga diadakan Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 untuk dua kategori yaitu Pengembangan Kemerdekaan Pers dan Perlindungan Kemerdekaan Pers. Dari sejumlah karya jurnalistik yang diseleksi tim juri, akhirnya penghargaan untuk kategori Pengembangan Kemerdekaan Pers diberikan kepada wartawan Ninok Leksono atas tulisan berjudul “Media, Teknologi, dan Kekuasaan” yang muncul di harian Kompas, 18 Juni 2008. Sedangkan kategori Perlindungan Kemerdekaan Pers diberikan kepada wartawan Abdul Manan untuk karyanya berjudul “Time Saja Tak Cukup” yang dimuat Koran Tempo, 20 April 2009. Dokumen dan deskripsi karya jurnalistik serta biodata penerima Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 dapat dibaca di Bab III.

Dewan Pers menyampaikan terima kasih kepada UNESCO-Jakarta yang selalu bersedia bekerjasama dengan Dewan Pers menggelar peringatan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia.
Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA

Tulisan ini merupakan pengantar Ketua Dewan Pers yang dimuat di dalam buku ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar