Jumat, 26 Agustus 2011

Mengelola Kebebasan Pers (Buku Ke-9)


Penulis:
Lukas Luwarso
Samsuri
Eriyanto
Sugeng Suprayanto
Herutjahjo Soewardojo

Penerbit:
Dewan Pers, 2008 (atas dukungan Yayasan TIFA)

Tebal: x + 199 hlm

ISBN: 978-979-17601-2-6

Kebebasan pers --atau sebagian kalangan memilih menggunakan istilah kemerdekaan pers--tidak pernah berada dalam ruang vakum. Jargon ”bebas sebebas-bebasnya” tidak ada dalam realita, karena kebebasan pasti tunduk pada ruang sosial. Dan kebebasan tidak didapat dengan cuma-cuma. Dalam masyarakat bebas, dimana hukum telah ditegakkan, kebebasan pers bertanggung jawab ganda: pertama, kepada hukum yang dapat menjeratnya, kedua, kepada publik yang dapat meninggalkannya.

Namun di luar segala kebajikannya, kebebasan kadang juga melahirkan persoalan: melonggarkan kedisiplinan dan mengabaikan ketaatan. Itu sebabnya kebebasan perlu dikelola dan dibangun. Dewan Pers diamanatkan untuk mengelola dan membangun kebebasan pers di Indonesia, yang kini sudah sepuluh tahun dirasakan, dan tidak selalu dalam situasi konstan.

Seperti tercermin dalam index kebebasan pers yang diukur oleh Reporters san Frontiers, sebuah lembaga yang memperjuangkan kebebasan pers berbasis di Paris, Perancis, kebebasan pers di Indonesia belum berada pada situasi nyaman. Sepuluh tahun terakhir, ancaman dan rongrongan selalu menyertai setiap kelokan perjalanan kebebasan pers.

UU Pers mengamanatkan Dewan Pers untuk ”mengembangkan dan meningkatkan kemerdekaan pers”. Namun Dewan Pers bukan otoritas hukum pers, yang bisa memaksakan agar siapa saja taat azas kebebasan. Dewan Pers mengajak masyarakat menjalankan kebebasan dengan persuasi dan edukasi. Tidak ada banding, kasasi, atau peninjauan kembali dalam putusan yang dimediasi Dewan Pers (juga tidak memerlukan pengacara untuk menyelesaikan perkara). Itu sebabnya, Dewan Pers dapat menyelesaikan perkara secara cepat, murah, dan efisien dalam kaitan sengketa etika pemberitaan pers.

Dalam menjalankan amanatnya, Dewan Pers melakukan berbagai program dan kegiatan dengan menjalin kerjasama dengan berbagai kalangan. Sepanjang bulan November 2007-April 2008, dengan dukungan Yayasan Tifa, Dewan Pers melaksanakan serangkaian kegiatan bertema ”Menegakkan Kemerdekaan Pers melalui Swa-kelola.” Kegiatan ini mencakup survei persepsi publik terhadap kebebasan pers; studi pengaduan masyarakat; lokakarya cerdas memahami media untuk masyarakat; diskusi mengefektifkan UU Pers, talkshow di radio serta kegiatan lainnya.

Buku ini merangkum wacana sejumlah kegiatan tersebut. Survei, misalnya, dilaksanakan untuk menjaring persepsi publik tentang kebebasan pers. Tidak seperti asumsi sejumlah kalangan elit yang mengecam kebebasan pers telah kebablasan, survei membuktikan, publik merasakan manfaat dan mendukung kebebasan pers. Hasil survei dapat disimak pada bagian pertama buku ini. Pada bagian kedua dipaparkan hasil penelitian tentang pengaduan ke Dewan Pers untuk mengidentifikasi apa, siapa, mengapa, dan bagaimana pengaduan ditangani dan diselesaikan.

Bagian ketiga merupakan ringkasan rekaman diskusi pakar, dan bagian keempat wacana yang muncul dalam lokakarya dengan anggota masyarakat. Diskusi pakar bertema “Mengkaji UU Pers: Potensi dan Penerapannya” dilaksanakan di Bogor, 29 Februari - 1 Maret 2008. Diskusi ini bermaksud merumuskan strategi agar UU Pers dapat lebih efektif sebagai pelindung kemerdekaan pers, tanpa harus merevisi. Lokakarya Media Literacy untuk masyarakat bertema “Mendorong Masyarakat Cerdas Memahami Media” digelar di Serang (30 Januari 2008) dan Jambi (12 Februari 2008). Lokakarya diikuti masyarakat dari bermacam latar belakang, seperti Kepala Sekolah, Lurah, Camat, dan tokoh lokal organisasi kemasyarakatan.

Buku ini juga menyajikan transkrip dialog di radio yang disiarkan melalui Kantor Berita Radio 68H, dan direlay oleh 55 radio di seluruh Indonesia. Perbincangan di udara ini dilaksanakan dua kali dalam sebulan. Beragam tema aktual dibincangkan untuk membangun wacana kebebasan. Beberapa koran mentranskrip dialog talkshow dan mempublikasikan. Sebagian ringkasan dialog, yang diterbitkan oleh salah satu harian di Jakarta, tersaji dalam bagian lampiran buku ini.

Penerbitan buku ini selain bertujuan merekam rangkaian sebagian kegiatan Dewan Pers yang telah terlaksana, juga dimaksudkan untuk mengajak masyarakat luas untuk memelihara dan meningkatkan kebebasan pers. Karena sejatinya kerja ”Mengelola Kebebasan” bukan cuma amanat yang harus dilaksanakan Dewan Pers, melainkan adalah tugas bersama seluruh masyarakat Indonesia.

Tulisan ini merupakan Pengantar Penyunting yang dimuat dalam buku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar