Jumat, 26 Agustus 2011

Keterbukaan Informasi dan Kebebasan Pers (Buku Ke-8)


Penyunting:
Samsuri

Penerbit:
Dewan Pers atas dukungan UNESCO-Jakarta, 2008

Tebal: xi + 146 halaman

ISBN: 978-979-17601-3-3

Keterbukaan informasi dan kebebasan pers merupakan dua syarat yang harus dipenuhi bagi negara yang ingin menuju kesempurnaan berdemokrasi. Melalui keduanya, penyelenggaraan negara menjadi terbuka lebar mengarah pada terpenuhinya prinsip-prinsip good governance.


Melalui Undang-Undang No.40/1999 tentang Pers (UU Pers) dan UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Indonesia telah berada di jalur menuju demokrasi yang seutuhnya. UU Pers berlaku sejak sembilan tahun lalu sedang UU KIP baru disahkan. Khusus bagi kalangan pers, UU KIP diharapkan dapat mendukung pelaksanaan fungsi pers seperti diamanatkan UU Pers.

Melalui UU KIP, Badan Publik mempunyai kewajiban menyediakan informasi menurut kategori yang diatur dalam UU KIP. Kesengajaan tidak menyediakan informasi dapat dikenakan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp.5 juta.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut, kerja pers sudah seharusnya dapat terbantu. Akan semakin banyak informasi berkualitas yang bisa diberikan pers ke publik. Namun, sejumlah ketentuan lain, di dalam UU KIP, dianggap dapat menghambat kerja pers dan tercapainya tujuan UU KIP itu sendiri. Misalnya, adanya ancaman hukuman sampai satu tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.10 juta bagi pengguna yang dinggap menyalahgunakan Informasi Publik. Kemudian ada Pasal 54 yang mengancam setiap orang yang mengakses, memperoleh dan memberikan informasi yang dikecualikan dengan hukuman pidana penjara dua tahun dan denda.

Semangat perubahan idealnya mendasari setiap pembuatan UU baru. Bagi UU KIP semangat perubahan tersebut adalah dari ketertutupan informasi menuju keterbukaan informasi --- terlepas dari penilaian negatif terhadap beberapa pasal dalam UU KIP. Dewan Pers ingin selalu menjadi bagian dari upaya perubahan ini. Keinginan yang sama juga diharapkan muncul dari eksekutif, legislatif, yudikatif, pers, dan civil society. Jalan perubahan yang telah disediakan UU KIP tidak akan berguna tanpa keinginan bersama untuk melaluinya.

Buku ini berisi pemikiran-pemikiran mengenai UU KIP yang dikompilasi dari makalah para pembicara dan transkrip diskusi ”Kemerdekaan Pers, Akses Terhadap Informasi dan Pemberdayaan Masyarakat.” Diskusi tersebut digelar Dewan Pers bersama UNESCO-Jakarta, 7 Mei 2008, untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Se-Dunia tahun 2008. Beragam pendapat dari pembicara dan peserta yang terekam dalam buku ini patut menjadi catatan untuk membuat UU KIP efektif dijalankan. Terima kasih kepada UNESCO-Jakarta yang selama beberapa tahun terakhir bersedia bekerjasama dengan Dewan Pers menyelanggarakan peringatan Hari Kebebasan Pers Se-Dunia.*

Tulisan ini merupakan pengantar Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA, yang dimuat dalam buku ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar